[BOOK REVIEW] I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki by Baek Se Hee

 Judul : I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki

No. ISBN : 978-623-7351030

Penulis: Baek Se Hee

Penerjemah: Hyacinta Louisa

Penerbit : Haru

Jumlah Halaman : 240

Kategori : Nonfiksi, Self Help, Psikologi


@bookaisy


Blurb:

Aku: Bagaimana caranya agar bisa mengubah pikiran bahwa saya ini standart dan biasa saja?

Psikiater: Memangnya hal itu merupakan masalah yang harus diperbaiki?

Aku: Iya, karena saya ingin mencintai diri saya sendiri.

***


I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki
adalah esai yang berisi tentang pertanyaan, penilaian, saran, nasihat, dan evaluasi diri yang bertujuan agar pembaca bias menerima dan mencintai dirinya.

Buku self improvement ini mendapatkan sambutan baik karena pembaca meraskan hal yang sama dengan kisah Baek Se Hee sehingga buku ini mendapatkan predikat bestseller di Korea Selatan. 

 

Kilas Balik Cerita

Waktu awal-awal buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki—aku singkat jadi IWD aja ya—diterbitkan oleh Penerbit Haru, suasana hatiku lagi gamang, lemah dan lesu. Semacam butuh media untuk healing yang bisa memotivasi diriku untuk kembali semangat dalam menjalani hidup. Otomatis menjadi tertarik dengan buku IWD ini, yang mengangkat isu terkait kesehatan mental.

Sebelumnya, aku pernah membaca novel Underwater yang diterbitkan oleh imprint Penerbit Haru, yaitu Penerbit Spring. Tema novelnya tentang kesehatan mental juga, tapi dibalut dengan cerita fiksi remaja yang cukup sederhana. Kemunculan buku IWD ini mengingatkanku tentang nuansa suram dan pergolakan batin yang kurasakan saat membaca Underwater. Sampai akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk membaca buku ini di awal tahun 2020 silam.

review Underwater ada di sini

Kesehatan mental belakangan ini sering diangkat menjadi bahan pembicaraan penting dari berbagai kalangan. Banyak tokoh yang mengingatkan bahwa jangan pernah menganggap remeh kesehatan mental. Juga banyak dari kalangan penulis yang mulai menyentil bahasan kesehatan mental di dalam buku-bukunya. Kondisi mental (jiwa) juga sama seperti kondisi tubuh kita, harus sama-sama dijaga kesehatannya.

Tanpa banyak berbasa-basi lagi, mari mulai mengupas buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki bersamaku~

 

Rasa-Rasa Saat Baca

Meski warna cover buku IWD ini menggunakan warna yang cerah ceria, bukan berarti isi bukunya juga sama “nge-jrengnya” ya. Malahan buku ini berisi cerita yang berupa kesuraman dan kegelapan. Jujur, pas awal baca ini rasanya sedikit takut dan deg-deg-an. Entah mengapa, buku-buku yang menyentil bahasan mental selalu berdampak begitu padaku, termasuk buku IWD.

Well, bentuk tulisan yang ada di buku IWD ini merupakan dialog dan narasi penulis. Catatan dialog ini didapatkan dari sesi konsultasi penulis dengan psikiater yang menanganinya. Aku sendiri merasa seperti sedang melakukan konsultasi dengan psikiaterku sendiri. Karena apa yang diutarakan oleh penulis kepada psikiaternya sedikit-banyak ‘relate’ dengan kehidupanku. Aku yakin jika kalian membacanya sendiri juga akan merasakan hal yang sama denganku.

Why crying can be good for your mental health — when someone else knows  about it - ABC Life
Sumber: abc.net.au

Menurutku, isi buku IWD ini cocok banget untuk dibaca di masa-masa pandemi saat ini. Terutama untuk anak-anak muda sih, ya. Yang sudah—atau bahkan baru—memulai proses pendewasaannya. Yang sedang mencari-cari jati dirinya. Yang sedang berpikir keras untuk memilih jurusan di bangku perguruan tinggi. Yang sedang gamang dengan hasil seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Yang sedang ketakutan menapaki tahun-tahun terakhir perkuliahan. Yang sedang dalam pencarian kerja. Yang sedang dalam masa probation. Yang sedang berusaha menemukan kekasih impiannya. Dan, yang sedang merasa babak belur mentalnya di kala pandemi ini.

Meski isi buku ini sangat menggugah hati, tetapi tata letak tulisan di dalamnya agak bikin mata pusing. Aturan spasi antar dialognya tipis-tipis banget. Tanda bacanya juga banyak yang salah. Oya, kertas bukunya ini ada yang berwarna pink tua-keunguan dan krem. Beberapa pembaca di goodreads ada sih yang mengeluhkan warna kertasnya bikin pusing karena terlalu ngejreng. Namun, untuk aku sendiri hal tersebut tidak menggangguku ya. It’s really fine for me. Jadi yah, aku cukup berharap di cetakan-cetakan selanjutnya tata letak kalimatnya lebih diperbaiki lagi. Supaya lebih nyaman untuk dibaca oleh para pembaca.

Secara keseluruhan, aku bisa merasakan bagaimana Baek Se Hee menuliskan buku ini dengan sekuat hati dan tenaga. Meski bukunya yang kubaca merupakan versi terjemahannya, perasaan dan pesan yang ingin disampaikan Baek Se Hee tetap bisa dimengerti. Walaupun memang ada beberapa kata yang diterjemahkan terlalu kaku, sehingga sedikit membingungkan ketika dibaca. Namun, secara keseluruhan aku tetap bisa nyaman ketika membaca terjemahannya. Someday, I hope I can read the Korean verse of this book.

I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki by Baek Se-hee
Sumber: goodreads

Baek Se Hee mencurahkan segala perasaan yang dialaminya ke dalam tulisan dengan sangat jujur dan terbuka. Menurutku, hal tersebut sangatlah sulit untuk dilakukan. Butuh perjuangan, butuh keikhlasan, dan tentunya sangat membutuhkan motivasi yang kuat. Karena buku ini memaparkan kisah perjuangan dirinya dalam proses penyembuhan kesehatan mentalnya.

Cerita Baek Se Hee belum selesai sampai di akhir halaman buku IWD ini. Ceritanya masih bersambung ke buku selanjutnya IWD volume 2. Semoga bisa segera koleksi dan baca bukunya yaa 😊

 

Serap Makna

Buku IWD memiliki kesan tersendiri untukku. Begitu banyak yang bisa kuserap dari perjuangan Baek Se Hee. Di antaranya ialah:

  • Menerima dan mencintai diri sendiri itu penting. Baik kelebihannya maupun kekurangannya.
  • Memaafkan diri sendiri dan orang lain. Apapun masalahnya, seberat apapun itu, harus berusaha untuk bisa memaafkan diri sendiri dan orang lain. Berhenti menyalahkan keadaan, berjuanglah!
  • Menulis bisa jadi sarana untuk healing. Yup, it really works for me. Biasanya, aku menulis di surel pribadiku yang tidak digunakan untuk kepentingan kuliah ataupun kerja. Surel khusus untuk aku mencurahkan apa yang sedang bergejolak dalam hatiku dan pikiranku. Dan dibiarkan saja membusuk di draft. I hope it works for you too! 😊
  • Kita semua tidak sempurna, hanya Tuhan yang memiliki kesempurnaan itu. Mari sama-sama berhenti haus akan kesempurnaan. Kembali bersyukur pada Yang Maha Kuasa.
  • Kesehatan mental itu PENTING! Jangan disepelekan. Aku memahami bahwa sebagian dari kita banyak yang belum memahami tentang kesehatan mental. Maka menjadi tugas kita untuk mengedukasi mereka yang belum paham agar menjadi paham. Terus suarakan bahwa tidak hanya kesehatan fisik yang penting, tetapi kesehatan mental juga penting.

Global mental health in the time of COVID-19 - Harvard Health Blog -  Harvard Health Publishing
Sumber: health.harvard.edu

Sekian dulu cuap-cuap dariku, sampai jumpa di cuap-cuap buku selanjutnya!

Salam literasi!

Comments

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye