[BOOK REVIEW] You Are The Apple of My Eye by Giddens Ko

Judul : You Are The Apple of My Eye
No. ISBN : 978-602-7742-22-2
Penulis : Giddens Ko
Penerjemah: Stella Angelina dan Fei
Penyunting: NyiBlo
Proofreader: Dini Novita Sari
Penerbit : Haru
Jumlah Halaman : 350 hlm
Kategori : YA, Romance


Kau sangat kekanak-kanakan—Shen Jiayi

Sedikit pun kau tidak berubah, nenek yang keras kepala—Ke Jingteng


Semua berawal saat Ke Jingteng,
seorang siswa pembuat onar,
dipindahkan untuk duduk di depan Shen Jiayi,
supaya gadis murid teladan itu bisa mengawasinya.
Ke Jingteng merasa Shen Jiayi sangat membosankan
seperti ibu-ibu, juga menyebalkan.
Apalagi, gadis itu selalu suka menusuk punggungnya
saat ia ingin tidur di kelas dengan pulpen
hingga baju seragamnya jadi penuh bercak tinta.
Namun, perlahan Ke Jingteng menyadari,
kalau Shen Jiayi adalah
seorang gadis yang sangat spesial untuknya.


Karena masa mudaku, semua adalah tentangmu…

***
Bukankah cinta yang penuh ketidakpastian begini lebih menarik?—halaman 65.

Kekuatan cinta adalah sesuatu yang tidak terbayangkan.—halaman 66.


Kilas Balik Cerita
Giddens Ko menuangkan kisah pengalaman masa mudanya dalam novel You Are the Apple of My Eye. Dan ya, novel ini berdasarkan kisah NYATA dari sang penulis. Novel YATAOME—singkatan You Are the Apple of My Eye—ini sudah berhasil diadaptasikan ke dalam bentuk film. Aku sebelumnya tidak tahu bahwa film YATAOME ini adaptasi dari novel. Setelah menonton filmnya, aku baru tahu bahwa filmnya diadaptasikan dari sebuah novel. Dan cuuuusss searching novelnya di google, dan ternyata sudah diterjemahkan ke dalam bahasa oleh Penerbit Haru.

YATAOME menceritakan tentang perjuangan Ke Jingteng dalam memikat hati perempuan yang disukainya. Ke Jingteng memberikan gambaran bagaimana cinta bisa membuat seseorang melakukan sesuatu yang melampaui batasnya. Dan bagaimana cara memanfaatkan rasa cinta tersebut menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas diri sendiri. Cinta bukan untuk melemahkan tetapi untuk menguatkan jati diri.


“…Ke Jingteng, saat kau tidak jatuh cinta, apa pun yang kau lakukan tidak baik. Begitu jatuh cinta, apa pun menjadi luar biasa.”—halaman 163.


Plot
Jika kalian sudah menonton film YATAOME, maka wajib hukumnya untuk membaca novelnya juga. Kenapa? Karena cerita di dalam novelnya diceritakan dengan sangat mendetail dan jujur. Banyak sekali hal-hal penting di novelnya yang luput diangkat di filmnya. Serius, banyak banget hal-hal yang bikin aku mikir, “lho, kok ini nggak ada di filmnya?” setelah baca novelnya, kalian akan mendapat banyak jawaban dari banyaknya hal-hal yang kurang dijelaskan di filmnya. Dan mendapatkan beberapa cerita yang tidak hadir di filmnya, padahal ceritanya lumayan penting :(

Well, alur cerita di novelnya lebih panjang jika dibandingkan dengan filmnya. Tetapi, hal tersebut tidak membuatku bosan ketika membacanya. Malah semakin penasaran, apa lagi yang luput dihadirkan dalam filmnya? Dan aku salut, pengemasan cerita Giddens Ko sangat baik. Alurnya nggak melebar kemana-mana meskipun banyak konflik-konflik kecil yang dikembangkan. Ceritanya tetap fokus pada perjuangan Ke Jingteng untuk Shen Jiayi.

Meskipun YATAOME merupakan novel romance, tetapi novel ini juga menghadirkan banyak nilai-nilai kehidupan. Dan sering kali membahas tentang permasalahan pendidikan di sekolah. Yang dibahas di novel ini bukan sekadar cinta-cintaan mewek-baper-galau saja. Malah novel ini secara tidak langsung lebih mencurahkan nilai-nilai positif yang bisa kita ambil ketika kita jatuh cinta dengan seseorang. Hal ini dibuktikan dengan sikap Ke Jingteng yang tidak hanya berfokus untuk mendapatkan sang pujaan hati, tetapi juga berfokus pada pembenahan diri.



Tidak memiliki mimpi sama saja dengan tidak memiliki karisma.—halaman 194.

Namun bagaimanapun, tidak ada orang lain yang memiliki kualifikasi untuk menertawakan mimpi orang lain, tak peduli apa pun tujuan sebenarnya orang itu mengungkapkan mimpinya pada orang lain.—halaman 195.


Tokoh & Karakter
YATAOME menyajikan banyak tokoh dengan karakter yang bermacam-macam. Awalnya agak bingung sih, “si ini tuh yang mana ya? Eh si ini yang tadi lalala kan ya?” dll, soalnya teman-temannya Ke Jingteng cukup banyak dan namanya susah untuk dilafalkan xD


Oya, tenang aja, tokoh dan karakter yang ada di novel ini nggak ‘dewa’ kok. Realistis banget malah tokoh-tokohnya. Yaiyalah kan novel ini berdasarkan kisah nyata, jadi tokoh-tokohnya digambarkan sesuai realitanya.


Dalam film Forest Gump, ada kalimat: “Life is like a box of chocolates. You never know what you’re gonna get.”—halaman 309.


Konflik
Sebenarnya konflik yang disajikan oleh Giddens Ko ini cukup sederhana ya. Tapi pengemasan ceritanya bagus banget, dari satu masalah kecil bisa berkembang ke cabang-cabang masalah lainnya. Berhubung novel ini berdasarkan kisah nyata, jadi konfliknya juga sesuai realita yang ada. Yah, namanya juga hidup… satu masalah kelar, datang masalah lainnya. Hidup ini memang selalu tentang perjuangan :)


“… Tapi moto hidup saya adalah: If you risk nothing, then you risk anything.  Kalau Anda tidak berani mengambil risiko, maka Anda sedang berisiko kehilangan segalanya,”—halaman 312.


Latar
Omong-omong soal latarnya,latar tempatnya banyak di sekolah lho, hmm. Duh, jadi kangen sekolah hehehe. Latar waktunya ini nih, kadang-kadang agak bikin bingung juga. Soalnya penulisan tanggalnya maju-mundur gitu, jadi flashbacknya sengaja nggak berurut gitu. Mengikuti alur cerita utamanya, dan ditambah dengan sedikit flashback ke dimensi waktu lainnya. Awal-awalnya agak bingung tapi lama-lama bakal paham kok. Kalau soal latar suasananya nggak perlu ditanya lagi sih ya, kuat banget. Pembaca tuh bisa merasakan sensasi senang-sedih-kecewa-marah-bingung-malu-dan semua yang dirasakan sama Ke Jingteng. Ah, I feel u Ke Jingteng…

Rasanya nano-nano pas baca YATAOME

Seorang remaja laki-laki bisa menahan malu yang teramat sangat di depan seratus orang, dan tetap menegakkan kepala dengan bangga—hanya jika tidak di hadapan perempuan yang disukainya.—halaman 126.


Sudut Pandang
Novel YATAOME menggunakan sudut pandang orang pertama. Jadi yah jadiiiii, bisa dikira-kira sendiri, bagaimana pembaca akan terbawa arus cerita sehingga bisa memposisikan dirinya sebagai Ke Jingteng. Rasanya tuuuuuh, ugh, dalem banget :’)


Jika orang tidak bisa merasakan kesengsaraan jiwa dalam lubuk hatinya, perasaan akan menjadi tidak lengkap.—halaman 111.


Ending
Kalau disuruh bahas endingnya YATAOME ini biasanya aku suka marah-marah sendiri. Untungnya, review ini berupa tulisan bukan dalam bentuk video. Mungkin, kalau review ini berupa video muka gerutu kesalku akan terlihat dengan jelas xD

Ending filmnya sama novelnya ternyata nggak beda yah. Padahal aku masih berharap ending novelnya akan berbeda dengan filmnya. *masih nggak ikhlas dengan endingnya “yang terlalu sadis caramu…..” lho?!* well, di novelnya lebih detail sih soal kasak-kusuk menuju endingnya. Tapi memang feel ‘menonton’ dengan ‘membaca’ itu benar-benar beda ya. Kalau aku sendiri, pas nonton itu langsung nangis kejer banget (ini serius guys), tapi pas baca tuh aku cuma sampai mata berkaca-kaca dan merasakan sesak serta penat di dada. Ea, lebay banget kata-katanya hahaha. Tapiii, memang pas baca itu rasanya kayak ‘deep’ banget. Saking ‘deep’nya sampai nggak bisa nangis lagi gitu. Dan mungkin juga efek dari kalimat-kalimat akhirnya yang menyuruhku bahkan memaksaku untuk menerima endingnya. Jadi, yah, aku nggak nangis kejer lagi saat baca novelnya :D


Cinta bukan merupakan keseluruhan  hidup seseorang, melainkan rasa dari kehidupan.—halaman 146.

Tata Kebahasaan
Sebelum baca YATAOME, aku sudah baca Love O2O yang merupakan M-novelnya Haru juga. Jadinya, pas baca YATAOME aku sudah terbiasa dengan bahasa terjemahannya dan istilah-istilah mandarinnya. Lumayan terbantu juga sih dengan footnotenya yang banyak berseliweran, walaupun nggak sebanyak Love O2O :))


Setiap orang diberi talenta yang berbeda oleh Tuhan. Karena itu, hasil yang bisa didapat juga tidak akan sama.—halaman 61.


Overall
Aku suka dengan gaya penulisannya Giddens Ko. Jujur, mendetail, dan tidak terkesan ‘dipaksa’. Beliau punya kekhasannya sendiri dalam tulisan-tulisannya. Aku tidak akan mengelak lagi bahwa aku sangat menyukai novel You Are The Apple of My Eye <3


Comments

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye