[BOOK REVIEW] Being Henry David by Cal Armistead

Judul : Being Henry David
No. ISBN : 978-602-71505-7-7
Penulis : Cal Armistead
Penerjemah: Dewi Sunarni
Penyunting: Novianita
Proofreader: Seplia
Penerbit : Spring
Jumlah Halaman : 256 hlm
Kategori : Fiksi, Remaja
 
photo by me

Blurb:

‘Hank’ tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul ‘Walden’ karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya.

Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?

Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?

Kilas Balik Cerita
Dulu sekali, aku sering bertanya-tanya, bagaimana rasanya amnesia? Maksudku, bagaimana perasaan kita sebenarnya. Apakah merasa bebas karena ‘terlahir kembali’ yang berarti lepas dari beban yang tadinya mungkin memberatkan pikiran kita? Ataukah hanya memperburuk keadaan, karena harus kembali mengupas jati diri kita yang sebenarnya? Nah, pertanyaanku terjawab sudah di buku Being Henry David ini. Cal Armistead menjabarkan keadaan amnesia di dalam buku ini dengan sangat detail.

‘Hank’ terbangun di Stasiun Penn dengan keadaan dirinya yang sangat buruk. Berantakan dan linglung. Ia sama sekali tidak mengingat apa-apa. Bahkan, namanya sendiri, ia tidak bisa mengingatnya. Nama ‘Hank’ pun merupakan pemberian dari teman pertama yang akan ditemukannya nanti. Satu-satunya yang mungkin bisa menunjukkan jati dirinya adalah buku ‘Walden’ karya Henry David yang ada di tangannya. Baru juga ia terbangun dari tidurnya dengan tidak mengingat apa pun, tiba-tiba seseorang mengajaknya bicara. Orang itu menanyakan sesuatu yang aneh kepada Hank. Dan tiba-tiba orang itu mengambil bukunya dan berlari menjauhi Hank. Hank mengejarnya dan menemukannya di toilet pria sedang memakan beberapa halaman dari bukunya. Ternyata orang itu terganggu jiwanya. Ia memakan barang-barang yang menurutnya unik yang dibawa oleh orang-orang di stasiun. Namanya Frankie. Untung saja, polisi datang untuk menghentikan Frankie, sehingga buku Waldennya bisa kembali ke tangan empunya.

Setelah kejadian tersebut, Hank segera menyelesaikan buku Walden miliknya di salah satu sudut stasiun. Hasilnya nihil. Ia tidak bisa menemukan jejak kehidupannya dari buku ini. Buku ini murni kisah perjalanan penulisnya, Henry David. Akhirnya Hank memilih untuk beranjak ke toilet pria, ia ingin tahu rupa wajahnya sendiri. Dan di toilet tersebutlah ia bertemu dengan Jack. Teman pertamanya setelah hilang ingatan. Mereka saling bertukar cerita, tepatnya Jack yang banyak bercerita. Karena Hank tidak punya cerita apa-apa. Setiap kali ia berusaha mengingatnya, kepalanya akan sakit dan seperti ada monster yang mengamuk di dalam tubuhnya. Sampai akhirnya Hank mengakui kepada Jack bahwa dia tidak bisa mengingat apa pun.


“Ceritaku adalah aku tidak bisa ingat ceritaku.”—halaman 26.


Jack merupakan anak jalanan. Ia memiliki seorang adik perempuan yang bernama Nessa. Keduanya tinggal di gubuk kecil. Dan gubuk kecil itu menjadi tempat menginap Hank untuk sementara. Tepatnya untuk semalam saja. Karena esok harinya terjadi hal-hal yang diluar dugaan Hank. Hank akan memulai kehidupan barunya dengan dirinya yang baru.

 Karena sesuatu yang buruk terjadi di sekitar gubuk Jack dan Nessa, Hank memutuskan untuk pergi ke Concord. Mencari jejak-jejak kehidupan lamanya dengan mengikuti jejak-jejak perjalanan Henry David ke danau Walden. Dan di Concord dia akan bertemu dengan Hailey dan Thomas. Orang-orang yang akan membantunya menjalani hidupnya yang baru di Concord.

Mengenai Henry David, ia tidak hanya sebagai penulis yang bukunya dijadikan rujukan oleh Hank untuk mencari jejak-jejak kehidupan lamanya. Di novel ini, Henry David akan benar-benar muncul dalam kehidupan Hank. Henry David datang menghantui Hank melalui mimpi-mimpi Hank. Dan kemudian hari, secara perlahan, kenangan-kenangan atas dirinya satu per satu mulai menyeruak ke dalam pikirannya.

Lalu, bagaimana kisah Hank selanjutnya? Silakan baca sendiri novelnya yaaa! Karena kalau aku teruskan kilas baliknya akan menjadi spoiler, nanti jadi nggak seru lagi :D


“Jika seseorang melangkah untuk meraih mimpinya dengan penuh percaya diri, dan berusaha keras menjalani hidup seperti yang dia bayangkan, dia akan menemui kesuksesan dalam kehidupannya sehari-hari.”—halaman 244.

 ***

Plot
Alur cerita dibuka dengan tokoh utama yang benar-benar clueless akan dirinya. Aku suka banget dengan gaya penulis dalam menyajikan plot ceritanya. Perlahan-lahan tapi tidak membosankan. Ada di beberapa bagian mungkin akan terasa begitu lambat, namun hal itu bisa aku maklumkan. Karena yang namanya lupa ingatan itu bukan perkara yang mudah untuk dituntaskan. Di tengah-tengah cerita juga cukup membuatku tercengang. Wow, plot twist…

Karakter
Wuah, sepertinya Hank ini bisa menjadi salah satu book boyfriendku. Yah, walaupun menurutku Hank ini karakternya agak sedikit klemar-klemer sebagai laki-laki, tetapi tetap saja ia menarik. Apalagi setelah mengetahui kelebihan Hank, haduh makin jatuh cinte aye bang. Tokoh-tokoh pendukung disini juga karakternya kuat. Seperti Jack yang ‘hebring’ abis, Nessa yang tangguh, Hailey yang anggun, Thomas yang sangat bijak, dan tokoh lainnya.

Latar
Salah satu kelebihan dari novel Being Henry David adalah penjabaran latarnya  yang sangat baik. Semuanya dijabarkan dengan cukup detail. Terutama latar tempat dan suasananya yang begitu ditekankan.

Sudut Pandang
Being Henry David menggunakan sudut pandang orang pertama. Sehingga kita sebagai pembaca bisa merasakan menjadi Hank. Aku seperti bisa merasakan apa yang Hank rasakan lebih dalam. Dan ini tentu saja membuatku lebih emosional.

Konflik
Nah, sayangnya konflik dari Being Henry David ini tidak begitu dikembangkan. Hanya berpatokan dengan masalah lupa ingatan Hank saja. Padahal aku sangat berharap konfliknya bisa lebih rumit lagi, seperti kejadian di gubuk Jack, aku rasa harusnya itu ditekankan lebih dalam lagi. Tetapi ternyata konfliknya selesai begitu saja sejak kepergian Hank ke Concord. Jadi, ketika berada di puncak konflik, aku merasa seperti ada bumbu yang kurang.

Ending
Ntah mengapa, aku suka banget dengan cara Cal Armistead menyelesaikan cerita Being Henry David. Tidak berakhir gantung, tetapi diakhiri dengan penyelesaian masalah yang sangat manis. Walaupun sempat agak kecewa dengan konflik yang tidak begitu pecah, tetapi ending keseluruhannya benar-benar menakjubkan. Menyimpan pesan yang begitu bermakna, terutama tentang keluarga. Bagian ending Being Henry David merupakan bagian favoritku!


“Setiap makhluk lebih baik hidup daripada mati, manusia dan rusa besar dan pohon pinus, dan dia yang memahami betul hal ini akan memilih mempertahankan hidupnya daripada menghancurkannya.”—halaman 272

***

Novel Being Henry David yang aku baca adalah versi terjemahan Indonesianya. Terjemahannya enak untuk dibaca. Tenang aja, terjemahannya nggak bikin pusing karena ‘kebakuan’ kata-katanya kok. Paling-paling yang agak membingungkan itu ketika membaca quotes-quotes dari Henry David. Soalnya bahasanya lumayan ‘nyastra’. Maklum lah, Henry David kan penulis jaman baheula yang benar-benar baheula.

Sebagai catatan, aku masih menemukan sedikit typo pada novel Being Henry David cetakan pertama di halaman 144. Kayaknya sih Cuma typo di halaman itu, tetapi akan lebih bagus lagi kalau cetakan selanjutnya diperbaiki. :)

Oya, ratingku 3.8/5 untuk Being Henry David. Aku menunggu kelahiran novel-novel lainnya dari Cal Armistead.


Btw, bookmarknya lucu banget ya Allah! :3 aku bukan bookmark collector, tetapi rasa-rasanya nggak tega membiarkan bookmark Being Henry David hilang begitu saja. Do’ain ya, semoga aku bisa menyimpan bookmarknya dengan baik :’)

Comments

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye