[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

Judul : Nais Tu Mit Yu
No. ISBN : 979-780-053-9
Penulis : Dina Mardiana
Penyunting: Christian Simamora
Penerbit : Gagas Media
Jumlah Halaman : 232 hlm
Kategori : Fiksi, Teenlit, Young-Adult

source: google

Blurb:
 Mozart seperti permen pedas, cool sekaligus bikin penasaran.

Aira nggak bisa menghindar lagi, cowok itu telah membuat perasaannya jungkir balik tak menentu. Aduh, aduh, gimana nih? Aira nggak bisa menghindar lagi. Dia jatuh cinta!

Aira mencoba menenangkan diri. Atur napas, siapkan tampang setenang mungkin. Aira menghampiri Mozart, dan kini jaraknya dengan cowok itu hanya berselisih beberapa langkah saja.

Aira mengulurkan tangan, “Nice to meet you, Mo.”

Dan sejak itu dunia Aira tak sama lagi….

~~~

 It needs rain to see rainbow. Gue percaya quotation itu. Bahwa selalu butuh pengorbanan dan perjuangan untuk akhirnya mendapatkan yang terbaik.—halaman 225 

Kilas Balik Cerita
Well to the well, well, well. Akhirnya punya kesempatan juga untuk menulis review novel Nais Tu Mit Yu ini. Nais Tu Mit Yu merupakan salah satu novel kesayanganku yang menjadi saksi sejarah tumbuh kembangnya diriku dari bangku SD hingga bangku kuliah. Yup, aku baca novel ini pertama kali pas SD, dan jadi memori yang nggak akan pernah aku lupakan. Novel bergenre teenlit pertama yang aku baca selama hidup di dunia. Novel ini juga menjadi titik awal pendewasaanku sebagai penyuka novel bergenre teenlit, asik-asik jozzzz.

source: google


Novel Nais Tu Mit Yu bisa dikatakan sebagai novel “zaman old,” karena memang terbitnya udah lama banget, sekitar awal tahun 2000an. Bahkan pas novel ini terbit, logo Gagas Media sebagai penerbitnya belum terbentuk huruf G seperti logonya saat ini. Sebenarnya, novel ini tidak memiliki alur cerita yang “wow banget,” malah terbilang sangat sederhana. But, because of this is my first teenlit book that I have read, so it became good in every ways.

Ceritanya tentang Aira—si cewek tomboy yang naksir berat sama Mozart—cowok cool yang bikin penasaran. Tentang bagaimana seorang Aira akhirnya terjerumus untuk jatuh cinta dengan Mozart yang cukup sulit untuk ditebak. Tentang bagaimana kisah cinta seorang Aira dimulai dan bermuara. As simple as that.

“… Tapi kalo dianya udah nggak ada perasaan papa lagi ma elu, emang lu masih mau nunggu?”—halaman 26

 
source: google
Review
Alur
Alur cerita di novel Nais Tu Mit Yu ini seperti yang sudah kutuliskan sebelumnya, sangat sederhana. Sesederhana siklus jatuh cinta terhadap seseorang, asik. Tapi, ntah bagaimana novel ini bisa menggambarkan siklus jatuh cinta yang sederhana tersebut menjadi sebuah kisah yang unik. Bahkan cerita Aira ini agak-agak mirip kayak FTV, cerita di kampus terus ketemu seseorang dan berakhir dengan jatuh cinta. Namun, yang berbeda adalah novel ini nggak pakai lebay-lebaynya atau menye-menyenya FTV, hehe.

Penggunaan alur maju membuat cerita di dalam novel ini mengalir dengan begitu cepat. Sehingga pembaca tidak akan merasakan bosan ketika membacanya. Penyajian alurnya untuk novel genre teenlit sudah sangat baik, tidak ada kedaan cerita yang dipaksakan, tetapi cerita mengalir dengan sangat natural dan realistis.

Selalu ada kemungkinan di atas ketidakmungkinan.—halaman 37


Tokoh dan Karakter
Aira sebagai tokoh utama di novel ini dideskripsikan dengan sangat baik. Cewek tomboy dengan karakternya yang nyablak dan apa adanya banget. Untuk tokoh Mozartnya sendiri, hmm, sepertinya tidak sulit ya untuk membayangkannya, karena aku pernah menemukan seorang cowok model-model Mozart gini. Cuek-cuek cool gimanaaaaaa gitu. Teman-teman dekatnya Aira, baik yang cewek maupun yang cowok memiliki karakternya masing-masing yang unik. Karakter tokoh-tokoh tersebut membantu menguatkan karakter tokoh Aira juga. Dan karakter tokoh-tokoh yang ada di dalam novel ini sangat natural dan kuat. Penulis menggambarkan karakter tokoh-tokohnya dengan realistis dan apa adanya. Yaah, karakter mahasiswa-mahasiswi gitu deh, kebayang banget kan.

source: google

Konflik
Konflik yang ada di novel Nais Tu Mit Yu ini utamanya konflik cinta-cintaan seperti biasanya saja. Namun, dibalut dengan bumbu-bumbu konflik kehidupan kampus, keluarga dan pertemanan. Dicampur dengan bumbu komedinya juga, jadi ceritanya nggak terkesan klise.

Konfliknya memang konflik cinta yang sederhana, tapi nggak menye ataupun terkesan memaksa. Realistis banget konfliknya, sehingga pembaca bisa merasakan gejolak ke dalam konfliknya. Walaupun memang bisa dikatakan konfliknya itu mainstream, tetapi Nais Tu Mit Yu punya keunikan dan kekhasannya sendiri.

“… Pikirin lagi, La. Nikah itu bukan maen-maen. Bukan buat setaun dua taun kayak orang pacaran ato sekolah, tapi buat seumur idup….”—halaman 122


Latar
80% latar yang digunakan merupakan lingkungan kampus di daerah Bandung. Suasana Bandungnya kerasa banget, jadi kangen Dilan (loh?) maksudnya jadi pengen ke Bandung lagi hehehe. Plus sering banget pakai warnet sebagai latarnya, karena zaman novel ini terbit memang warnet masih menjadi trending dan kebutuhan bagi kalangan mahasiswa.

source: google

Sudut Pandang
Penggunaan sudut pandang orang ketiga dari posisi Aira. Jadi, penulis seperti narator yang menggambarkan keadaan dan perasaan Aira juga tokoh lainnya dari pandangan Aira. Penulisnya serba tahu deh, *plak* kan memang yang nulis ya hahahaha.
Berhubung penulisnya perempuan, tokoh utamanya juga perempuan, dan aku juga perempuan, jadi aku bisa “aaaaah can relateeeee!”

“Iya. Love must be said, Ra, it needs to be expressed. Dengan catatan, lu siap dengan segala resikonya. Ditolak, dijauhin, dihindarin, dicuekin, dilupain. Elu harus siap dengan itu semua.”—halaman 89



Tata Bahasa
Bahasa yang digunakan tentunya Bahasa Indonesia dong, tapi campur dengan bahasa Inggris juga sih, dan bahasa daerah juga! Bahasa Sundanya lumayan banyak, kumaha damang? Hehe. Berhubung aku lumayan ngerti Bahasa Sunda, jadinya nggak kesulitan sih memahaminya. Campuran Bahasa bilingualnya juga enak dibaca menurutku. Oiya, tata bahasanya informal ya, jadi nggak kaku. Karena pakai bahasa sehari-hari, kebayang kan interaksi anak-anak kampus gimana? Hehe. Gaul-gaul, nyantai dan gokil gitu boooo…

By the way, masih banyak typonya nih. Agak terganggu sih ketika sadar typonya cukup banyak, semoga kedepannya bisa diperbaiki lagi! *berharap cetak ulang aku tuh HEHEH*
 
source: google

“Saran gue, jangan terlalu banyak berharap, ok! Jangan lupa, burung yang terlalu tinggi terbang, maka sekalinya jatuh dia akan sangat kesakitan, atau bahkan langsung mati. Kecuali dia bawa persiapan parasut di punggungnya. Jadi kan selamat. Hehehe….”-halaman 159


Ending
Hmmm hmmm hmmm 10 jam, hehe kayak Nissa Sabyan dong ya? :D sebenarnya nggak mau komentar tentang endingnya, tapi kok kayak kurang gitu kalau nggak komentar. Sebenarnya lebih mau sumpah serapah sih bukan komentar. Bukan, bukan ditujukan untuk penulisnya, tapi untuk tokohnya. HHHHHHHH. Ingin marah tapi tak bisa, karena yang bukan siapa-siapa memangnya bisa apa? EITSSSSSSS~
 
source: google
Yah, intinya tuh, endingnya bisa banget lah mengaduk-aduk emosi pembacanya. Nano-nano rasanya. Aku sendiri sih puas dengan endingnya, meski bisa dibilang sebagai open ending. Tapi, tetap sih, masih mau sumpah serapah ke tokoh yang itu tuuuuh, tuuuuh…

“Elu mesti berani, Ra. Apa pun keputusannya, itulah yang harus lu hadapi. Meskipun itu akan sangat menyakitkan….”—halaman 174


Overall
Well, karena novel Nais Tu Mit Yu bagian dari masa kecilku dan terpatri banget di dalam memori kepalaku, aku sangat menyukai novel ini. Meski sekarang sudah banyak sekali novel bergenre teenlit yang mungkin alurnya mirip-mirip dengan novel ini, aku tetap setia tak pindah ke lain hati /yaelah apasih/. Aku tetap suka intinya tuh. Karena tiap baca ulang novel ini, aku masih cengengesan sendiri, ketawa-ketawa sendiri, sampai mata berkaca-kaca sendiri.

“… Setiap orang terkadang punya pikiran yang emang tidak bisa dimengerti oleh orang laen, atau bahkan orang itu nggak ngarepin orang laen mengerti isi kepalanya….”—halaman 215

 
source: google

Kalau belajar Mikroekonomi, ada yang namanya Stackelberg Model dalam price competition pasar duopoli, which means “first mover has an advantage.” Nah, karena Nais Tu Mit Yu ini aku baca zaman duluuuuu banget—zaman genre teenlit belum terlalu mainstream, ya jadi Nais Tu Mit Yu ini yang aku suka, karena merupakan bacaan teenlit pertamaku. Setelah baca Nais Tu Mit Yu, dan baca novel genre teenlit atau romansa yang mirip-mirip sama novel ini dan terbitnya setelah novel ini, aku jadi menganggap novel lainnya klise. Kecuali ada keunikan dan kekhasannya sendiri dari novel-novel tersebut.


So, I really appreciated this book, and gave 4 stars to Mozart, hiyahiyahiya. 4 bintang untuk novel Nais Tu Mit Yu yaaa maksudnya ⍣⍣⍣⍣

Comments

  1. Haaaii... mungkin telat banget baca review ini setelah hampir lima tahun berselang, but I do believe, I came here because it was meant to be. Bangga dan bahagia rasanya, Nais Tu Mit Yu bisa jadi bagian dari pengalaman pertama teenlit reading kamu. It gives me a huge support and an instant courage. Makasih udah baca, suka dan review novelnya, ya...

    Salam
    Dina Mardiana

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye