Si Babi Hutan


               Si Babi Hutan. Bukan, dia bukan seekor babi yang sedang berkeliaran di sebuah hutan liar. Dia adalah tukang jagal nomor satu di keluarga Tong.  Dia memang tukang jagal, tetapi nilai logika, matematika, dan potensi akademik lainnya diatas rata-rata. Ia jenius.  Tidak perlu tiga kali menyebut namanya seperti ‘bento’ di lagu Iwan Fals, sekali sebut namanya semua orang yang mendengarnya akan segan. Si Babi Hutan, itulah sebutan nama untuknya.
               
                Sejak mengetahui Tere Liye mengundurkan jadwal terbit novel “Hujan” saya cukup kecewa. Namun, ternyata beliau merilis novel lainnya yang berjudul “Pulang.” Dan sudah beredar di toko buku Gramedia. Langsung saja cusss ke Gramedia! Kebetulan hari itu saya mau pergi, jadi bisa mampir ke Gramedia. Pertama kali saya melihat cover bukunya, saya kira novel “Pulang” menceritakan tentang kisah percintaan anak rantau. Dan yaaaaa! Dugaan saya tidak salah namun juga tidak benar secara keseluruhan. Novel ini menceritakan tentang sebuah kisah perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.

 

                Setelah tuntas membaca novel “Pulang,” saya merasa puas dengan novelnya. Banyak hal-hal baru yang tidak saya ketahui sebelumnya, dan novel ini menambah pengetahuan saya. Karakter yang ada di dalam novel tersebut terasa sangat hidup. Saya pun terinspirasi dengan karakter tokoh utama di novel ini. Ya, si babi hutan. Ia merupakan anak laki-laki dari mamak Midah dengan bapak Samad. Mamak dan bapak memanggilnya “Bujang.”

                Bujang tidak pernah bersekolah. Hingga akhirnya, kawan bapak dari kota datang untuk menjemputnya. Sebenarnya kedatangan ini sudah diketahui oleh Bujang. Mereka adalah pemburu yang akan memburu babi hutan. Namun, Bujang tidak tahu bahwa kunjungan kawan bapak ini tidak hanya untuk berburu babi hutan, juga untuk membawanya ke kota. Saya menyukai keberanian yang ada di dalam diri Bujang. Dimana ketika ia ikut berburu babi hutan dengan kawan bapak dan melakukan aksi yang sangat menakjubkan. Aksi yang ia lakukan sangat beresiko, tetapi dia memutuskan untuk memberikan perlawanan terbaik dalam aksinya. Sifat ketenangan membuatnya semakin percaya diri. Esoknya, ia berangkat ke kota bersama Tauke Muda dan kawan bapak lainnya.

                Di kota, Bujang tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah berani juga memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Kecerdasan otak dan kekuatan fisik serta mentalnya seimbang. Saya menjadi terinspirasi untuk menjadi pemudi yang kuat otak, fisik serta mental. Beratus-ratus halaman buku ia baca. Berbagai latihan fisik ia jalani. Juga bermacam-macam karakter guru yang sudah ia temui. Banyak sekali kesulitan-kesulitan yang merintanginya. Tetapi, Bujang tidak menyerah begitu saja, ia terus mengasah kemampuannya. Ia bukan hanya seorang tukang jagal, tetapi ia juga mahasiswa di salah satu universitas terbaik di ibukota. Saya kagum dengan kelihaiannya dalam memainkan perannya di sebuah lingkungan. Memang dia tukang jagal dengan dua kepribadian, tetapi disini saya mengambil nilai positifnya. Dimana ia mudah bersosialisasi dengan lingkungan baru. Ia tidak menutup diri dengan dunia luar, tetapi ia juga berhasil membatasi kehidupannya dengan dunia luar agar identitas aslinya tidak diketahui. Ini bisa kita terapkan dalam menghadapi arus deras globalisasi di zaman sekarang ini. Kita boleh mengikuti perkembangan zaman dalam arus globalisasi, tetapi kita juga harus membatasinya agar identitas asli bangsa kita tidak hilang lenyap terbawa oleh arus deras globalisasi. Bahkan saking kerasnya Bujang belajar, skripsinya mendapat nilai sempurna. Sejak itulah ia resmi menjadi seorang sarjana.

                Selayaknya dalam kehidupan, senang dan sedih selalu berdampingan. Ketika Bujang telah resmi menjadi seorang sarjana, kabar kematian mamaknya merenggut seluruh kebahagiaannya. Hampir sebulan lamanya ia hanya melamun diri di kamar. Sampai akhirnya Tauke Muda mengirimnya ke Tokyo untuk menyelesaikan latihan bersama Guru Bushi. Kesedihan itu pun segera terhapus, digantikan dengan semangat api dalam jiwa Bujang. Setelah menyelesaikan latihannya dengan guru Bushi, ia melanjutkan kuliahnya di Amerika. Di akhir tahun ketiga ia menyelesaikan kuliahnya dengan gelar dua master. Siapa yang tidak bangga dengan dua gelar master yang telah diraih Bujang?  Saya kagum dengan kegigihan Bujang dalam menuntut ilmu. Memang benar, menuntut ilmu sangatlah penting.











                Ternyata kesedihan menghampiri Bujang lagi setelah kelulusannya. Kematian bapaknya membuatnya terpuruk kembali. Namun, setelah beberapa lama ia kembali menjadi seorang Bujang. Bahkan ia dengan sigap langsung menerima tugas dari Tauke Muda. Sifat Bujang lainnya yang saya kagumi adalah gerak cepat tanggapnya yang sangat sigap dan tenang. Ketika Tauke Muda mengajaknya ke Hongkong untuk bertemu dengan Master Dragon untuk menyelesaikan suatu masalah,  dan dalam pertemuan tersebut terjadi sedikit kerusuhan, ia langsung cepat tanggap melindungi Tauke Muda. Lalu ketika terjadi pengkhianatan yang dilakukan oleh keluarga Lin. Ia berhasil menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat dan tenang. Juga ketika terjadi pengkhianatan besar-besaran dalam keluarga Tong. Bujang dengan tenang menghadapinya dan cepat mengeluarkan strategi untuk membalas aksi pengkhianatan dari kubu pengkhianat. Kecerdasannya membantu memberikan ide-ide cemerlang untuk menghadapi apa yang berada di depannya. Sehingga ia dapat menyelesaikan semuanya dengan  cepat dan tenang.

                Belum, tulisan ini masih belum selesai. Ada lagi sifat Bujang yang sangat saya kagumi. Yakni, kesetiaan dan kepercayaannya. Kesetiaannya terhadap keluarga Tong tidak dapat di ragukan lagi, ia rela melakukan segalanya untuk membangun keluarga Tong. Bahkan, di akhir cerita ia berusaha untuk mengambil alih perusahaan keluarga Tong dan menjadikannya ke arah yang lebih baik. Sedang, kepercayaan disini bukan kepercayaan yang dianut oleh Bujang. Melainkan dimana ia bisa menjadi orang yang amanah, yang bisa dipercaya. Ia dapat dipercaya oleh mamaknya, ketika mamaknya meminta Bujang berjanji untuk tidak memakan makanan haram. Ia memegang janji itu. Walaupun ia tukang jagal, ia selalu mematuhi janjinya kepada mamak.

                Si Babi Hutan. Ia telah pulang. Pulang dengan melewati pertarungan demi pertarungan. Pulang untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit. Tuhan telah membawanya kembali ke jalan yang benar.


#GBCNovember

Sumber :

gambar 1 : https://www.tokopedia.com/alvamedia/novel-pulang-tere-liye
gambar 2 : http://gambarkata.com/gambar-kata-hadist-nabi-tentang-pelajaran-hidup/dp-hadist-ilmu/
gambar 3 : http://www.suksesoptimis.com/rahasia-sukses-bersiaplah-untuk-gagal-dan-gagal-lagi/
gambar 4 : https://unek2enajib.wordpress.com/tag/pendidikan/
gambar 5 : https://www.pinterest.com/pin/542754192566842186/

Comments

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye