[Serial Story] Cerita dari Terrania - Part I


Minggu, 16 Februari 2020
Halo, namaku Terrania.
Dipanggilnya Nia.
Ultahku tanggal 16 Februari.
Umur Nia sekarang 8 tahun, kelas 2 SD.
 
Buku diari ini kado dari mama papa loh. Mama papa kasih Nia boneka dan mainan juga sih. Kata mama ini kado spesial soalnya Nia seneng nyoret-nyoret buku mama papa. Nia disuruh nyoret-nyoret di buku diari ini aja. 
Dadah diari, aku bobo dulu ngantuk soalnya

***

Pagi hari selalu menyenangkan. Begitu menurut pemikiran Nia. Seorang bocah kecil yang baru saja menginjak umur delapan tahun. Nia memang cukup berbeda dengan anak-anak seumurannya. Tatkala yang lainnya merasa sulit untuk bangun pagi, sampai harus diteriaki oleh ibunya masing-masing, Nia dapat bangun pagi sendiri dan langsung bergegas mandi. Padahal papanya saja tidak sejago Nia dalam urusan bangun di pagi hari. Maka, menjadi rutinitas tersendiri bagi Nia untuk membangunkan papanya di waktu fajar, sesaat setelah ia selesai mandi.

“Paaa, bangun, Paaa. Ini Nia udah mandi, lho, Pa!”

“Iya, Nia anak Papa yang paling cantik. Lima menit lagi ya, sayang.”

“Iiiih, Papa mah gitu kan. Nanti Mama marah lho, kalo Papa ngga bangun-bangun.”

“Sst, Nia jangan bilang-bilang Mama, ya!”

“MAMAAA! PAPA GAMAU BANGUN NIH!” teriak Nia yang membuat kuping papanya mendenging.

Kemudian, terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke kamar orangtuanya Nia. Papa Nia segera mencari aman. Ia menyiapkan diri dalam posisi duduk di atas kasur. Pintu pun terbuka…

“Pah,…” ucapan Mama Nia langsung terpotong.

Good morning, Mama sayang! Papa shalat dulu ya, Ma,” papa Nia menyempatkan diri untuk mencium kening istrinya, lalu bergegas menuju kamar mandi.

Nia dan mamanya saling melemparkan senyum jail. Misi pagi hari itu berhasil dituntaskan. Di Minggu pagi yang cerah tersebut, mereka berencana untuk piknik keluarga di halaman belakang rumah nenek Nia dari papanya. Sekaligus merayakan ulang tahun Nia yang kedelapan. Nia sangat bersemangat untuk memulai harinya.

Tepat pada pukul sembilan pagi, Nia bersama mama, papa, ani—panggilan untuk nenek—dan akinya, berkumpul di halaman belakang. Tikar sudah tergelar lebar dengan meja kecil di tengahnya. Masakan ani dan mamanya sudah tersaji dengan cantik di atas meja kecil, siap untuk dimakan. Tak ketinggalan, kue tar coklat kesukaan Nia pun sudah disiapkan. Dengan lilin-lilin kecil berwarna yang ditancapkan di atas kue tar coklatnya. Suasana bahagia menyelimuti keluarga Nia.

“Selamat ulang tahun ya, Nia sayang, cucu kesayangan Ani dan Aki! Semoga Nia semakin solehah, semakin rajin belajarnya, semakin nurut sama Ani dan Aki, selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan ya, Nak. Aamiin.”

“Aamiin, Ani. Makasih ya Ani dan Aki udah mau ngurus Nia waktu Mama Papa kerja,”

“Selamat ulang tahun cucuku! Sini, Aki cium dulu.”

"Iya, Aki. Makasih ya, Aki!"

“Nia, yaampun anak Mama, udah besar, makin cantik ya. Selamat ulang tahun Nia sayang, selalu jadi kebanggaan buat Mama dan Papa ya, sayang!”

“Aamiin, makasih Mama sayang. Nia sayang banget sama mama!”

“Siapa anak Papa paling cantik?”

“NIAAAA!”

“Haduh suaramu, Nak. Sini-sini, deket Papa! Selamat ulang tahun ya, Nia, anak kebanggaan Papa yang paling cantik! Semoga Nia semakin jadi anak yang mulia akhlaknya, cerdas otaknya, dan bisa mandiri ya, Nak, selama Mama Papa gaada di rumah. Papa doain yang terbaik buat Nia pokoknya ya.”

“Aamiin, makasih banyak Papa, my first love!”

“Nia, ini kado dari Ani sama Aki yah,”

“Makasih ya, Ani dan Aki!”

“Nah, kalo ini dari Mama sama Papa buat Nia. Nia seneng ngga?” tanya papa Nia.

“Seneng banget, Pa. Nia seneng banget hari ini! Best day ever!”

Perayaan kecil-kecilan tersebut dilanjutkan dengan makan-makan bersama. Mereka saling bercengkerama, bertukar canda tawa, menghabiskan waktu bersama hingga azan zuhur menjelang. Pada hari itu, Nia, merupakan anak kecil paling bahagia sedunia.

***

Namun, takdir terkadang datang dengan begitu mengejutkan. Siapa sangka beberapa hari kemudian, Nia menjadi anak paling sedih sedunia. Papanya jatuh sakit, dan harus dirawat di rumah sakit. Ah, ternyata penyakit lama papanya kambuh lagi. Penyakit lama yang telah dideritanya sejak kecil. Asma dan jantung.

Nia sangat sedih karena kali ini tidak bisa menemani papanya di rumah sakit. Kata mama Nia, saat ini ada virus berbahaya yang suka menempel di rumah sakit. Korona, nama virusnya. Kata mama Nia juga, Nia bisa kena virus karena Nia masih kecil dan rentan. Padahal setiap papanya jatuh sakit, Nia selalu bisa menemani dan membantu merawatnya. "Korona, jahat kamu!" gumamnya.

Keesokan harinya, mama Nia pulang dari rumah sakit. Mata mamanya bengkak, seperti habis menangis. Nia langsung bergegas untuk memeluk mamanya. Namun, mamanya melarang Nia untuk memeluknya.

"Nia, jangan. Jangan peluk Mama dulu, Mama harus mandi dulu, baru peluk Nia ya." larang mamanya.

"Tapi, Ma..."

"Nia, dengar Mama! Nia jangan berhenti doain Papa ya, Nak. Biar Papa cepet sem...buh..." pinta mama sambil sesenggukan, kemudian segera mengurai air matanya.

"Iya Mama, Nia selalu doain Papa kok. Nia kangen Papa."

Ani yang mendengar percakapan Nia dan mamanya langsung berkaca-kaca. Beliau segera memanggil cucu kesayangannya itu. "Nia, sayang, sini peluk Ani!" Ujar nenek Nia.

***

Sabtu, 22 Februari 2020
Diari, papa sakitnya kambuh. Nia khawatir. Papa, cepet sembuh ya. Nia kangen.

Dua hari kemudian, Tuhan mengabulkan doa Nia. Kini, papa Nia sudah tidak merasakan sakit lagi. Karena Yang Maha Kuasa telah memanggilnya untuk kembali pada-Nya. Nia menangis tanpa bersuara. Ia memaksa dirinya untuk bersikap tegar demi mamanya. Papa Nia pernah mengatakan kalau mamanya sedang sedih, Nia harus menghibur mamanya.

Nia selalu berada di samping mamanya saat proses pemakaman papanya. Nia merasa sangat sedih, tetapi ia harus kuat. Sudah cukup mamanya, aninya, dan akinya yang bersedih. Nia merasa dirinya tidak boleh terlihat sedih lagi. Akan tetapi, saat papanya akan dikebumikan, Nia tak kuasa menahan tangis.

"Papa, Nia kangen. Papa, Nia sedih banget. Maafin Nia, ya, Pa," ucapnya sangat pelan.

Senin, 24 Februari 2020
Diari, papa udah sembuh, tapi papa pulang ke sisi Allah. Papa ga akan pulang ke rumah ani lagi. Nia love papa.

To be continued...

Comments

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye