Desember Berkata

"Ah, akhirnya!"
Ucapnya ketika aku datang.
Dia masih sama,
selalu tersenyum menyambut kedatanganku.
Tak peduli seberapa buruk raut mukaku,
akibat kelelahan berkepanjangan ini.
Aku sungguh berterima kasih atas senyum indahnya.

Tatkala aku duduk di sofa empuk itu,
Ia berkata dengan tulus,
"Terima kasih, terima kasih telah bertahan sampai sini. Aku tahu kamu kuat, tapi aku tetap ingin mengucapkannya saja."
Aku hanya bisa tersenyum samar.

Haha,
Dia bilang apa?
Aku kuat katanya?
Hahahaha.

Sudah gila dia,
bagaimana bisa aku yang seperti ini,
dikatakan kuat?
Aku dapat bertahan,
tapi bukan berarti kuat.
Tidak, tidak.
Aku sedang tidak mencari perhatian.
Tidak pula butuh bantuan.
Hanya mengatakan sebuah fakta.

"Sebelas bulan perjalanan itu aku tahu tidaklah mudah,
penuh tangis air mata,
luka-luka yang kembali terbuka,
amarah tertahan dan terbuang,
yang mengikis pertahanan dengan sadis.
Tapi bukankah,
dibalik semua tangis, luka, dan amarah itu selalu terselip cahaya dan warna?"
Aku hampir lupa,
dia selalu pintar membaca pikiranku.

"Tenanglah,
aku tidak akan ceramah panjang-panjang,
aku tahu kamu lelah.
Silakan nikmati waktumu di penghujung tahun ini.
Jangan lupa,
untuk selalu percaya,
akan kekuatan dirimu sendiri."
Ungkapnya, lalu pergi ke teras.
Hah, bisa-bisanya dia,
bilang tidak akan ceramah,
tapi ujungnya tetap saja melakukannya.

Bagaimana, ya?
Bagaimana dia bisa percaya,
bahwa aku ini kuat?
Yang aku sendiri pun,
saban hari semakin kehilangan,
jati diriku sendiri.

Ah,
Desember memang selalu berkata begitu.

Comments

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye