[BOOK REVIEW] Melbourne by Winna Efendi

Judul : Melbourne
No. ISBN : 979-780-645-6
Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gagas Media
Jumlah Halaman : 328 hlm
Kategori : Fiksi, Romance

source: goodreads


Pembaca tersayang,

Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia.

Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare.

Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan.

Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti.

Setiap tempat punya cerita.

Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Melbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura.


Enjoy the journey,

EDITOR
 
photo by me

Does the past always come back to you?—halaman 22

Kilas Balik Cerita
Finally, I have a time to write this novel review. Bacanya sudah dari zaman kapan dan nulis reviewnya baru sekarang :’) is it too late? Ah, I think it’s never too late to write, hehe. Melbourne: salah satu novel yang meninggalkan kenangan tersendiri buat aku. Tema cerita yang simple tetapi berhasil memikat hatiku sebagai pembacanya. Melbourne is one of my favorite romance novels! I think, Melbourne is the sweetest novel from Winna Efendi.

For me, happiness is the little things.—halaman 184

Kisahnya cukup sederhana. Tentang sepasang kekasih yang telah lama berpisah kemudian bertemu kembali pada suatu waktu di salah satu sudut kota Melbourne. Tentang kota Melbourne yang menjadi saksi kisah cinta Laura dan Max. Tentang perasaan mereka berdua yang sebenarnya selalu memiliki tempat tersendiri di hati mereka. Kisah Laura dan Max di novel Melbourne ini dikemas dengan sangat manis—tidak lain dan tidak bukan—oleh sang penulis, Winna Efendi.

 Yet whenever I think of light, I’m always reminded of her.—halaman 8

source: google

Plot
Whoa, sebenarnya plot ceritanya ini sederhana banget seperti yang sudah aku katakan sebelumnya. Alurnya yang sederhana ini dibuat manis dengan pengembangan cerita yang tidak bertele-tele. Sehingga Melbourne menjadi bacaan yang easy to read banget. Pembabakan cerita dan eksekusinya tidak terburu-buru, pokok’e pas tenan.

 “Sometimes you just need some breathing room, you know?”—halaman 50

Bukan Winna Efendi kalau tidak bisa menjadikan hal sederhana menjadi hal yang sangat-sangat manis. Dengan menggunakan alur campuran, banyak maju dan sedikit mundur untuk flashbacknya. Mengaitkan masa lalu dengan masa kini serta masa depan bukanlah hal yang mudah untuk dipaparkan. Tetapi Winna Efendi berhasil menuliskannya dengan sangat rapi. Penggunaan alur campuran ini tidak membuatku bingung, malah membuatku semakin ketagihan untuk membacanya. Novel ini sangat page turner dari halaman pertamanya! J

source: google

  Masa lalu selalu memiliki momen-momen tersendiri untuk membayangimu, lalu mengingatkanmu pada waktu yang kurang tepat.—halaman 22

Tokoh dan Karakter
Dua tokoh utamanya, Laura dan Max, yang memegang peranan penting di novelnya memiliki karakter yang kuat. Pendeskripsian karakter tokohnya tidak ‘dewa’ malah Winna Efendi memanusia-biasa-kan karakter tokohnya. Penjabaran karakternya meliputi kelebihan dan kekurangannya, tidak di-set seperti ‘dewa.’ Sosok Max yang digambarkan sebagai sosok laki-laki ‘banget’ dan sosok Laura yang simple dan manis. I love Max, of course! Just the way Laura did hehehe <3

“…. Tapi siapa yang bisa mengukur takaran kebahagiaan sesungguhnya? Kita bahagia dengan apa yang kita punya, itu udah cukup. Happiness is a matter of perspective.”—halaman 80

Konflik
It’s actually a simple conflict yang diangkat di novel Melbourne. Tetapi gaya bercerita Winna Efendi dan pemaparan konfliknya sangat apik. Sehingga konflik sederhananya bisa menjadi complicated. Greget banget sih soal dunia mantan-permantan-an ini hahaha! :D aku sih ngena banget sama konflik yang tercipta di novel ini. Berhasil bikin nangis Bombay juga nih novel hahaha :”)
source: google
Latar
Wah, ini sih jagonya Winna Efendi dalam mendeskripsikan latar tempat dan suasana yang tercipta di novelnya. Sejak membaca Melbourne, aku merasa pernah mengunjungi Melbourne hahaha :D tapi beneran deh, seakan-akan Winna Efendi memang ingin mengajak pembacanya merasakan suasana Melbourne. Jadi nggak hanya diajak masuk ke dunia Laura dan Max, tetapi diajak ke Melbournenya juga. Deskripsinya jelas, padat , dan singkat, nggak bertele-tele lah.
 
Melbourne
source: google

 “But I think believing that things happen for a reason makes it easier for us to keep going. Dengan menerima kenyataan, kita akan lebih mudah bergerak maju, mengecilkan ruang untuk rasa sesal.”—halaman 123

Prudence Bar
source: google

Sudut Pandang
Winna menggunakan sudut pandang orang pertama dari dua sisi. Dari sisi Laura dan juga dari sisi Max. Aku sebagai pembacanya, merasa senang dengan penggunaan dua sudut pandang ini. Kenapa? Karena penggunaan dua sudut pandang ini menguatkan karakter kedua tokoh utamanya. Deskripsi kehidupan Laura dan Max juga secara tidak langsung menjadi jelas melalui sudut pandangnya masing-masing. Dari sisi Laura misalnya, terlihat kehidupan yang kelam, sepi, menyimpan sendu. Sedang di sisi Max, lebih terlihat keterbukaan, tetapi juga ada sepi yang menghampiri.

Sometimes the truth is harder to take than lies—halaman 53


Terkadang, hal-hal tertentu mengingatkanku akan orang-orang tertentu.—halaman 54

Tata bahasa
Masih sama seperti biasanya, Winna Efendi tetap menggunakan dua bahasa. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Walaupun menggunakan dua bahasa, porsinya tetap lebih banyak bahasa Indonesianya. I think it’s ok to use two languages, it was not bother me.

Because sometimes words matter, and sometimes they don’t.—halaman 323


Ending
I literally hate the ending of Melbourne L menurutku, endingnya masih bisa lebih dipanjangin. Aku tuh merasa endingnya, masih setengah-setengah gitu. Nggak berakhir dengan ‘tok’ gitu lho. Masih ngegantung and let the reader thinks about the probability. Aku tuh nggak bisa diginiin :”) hahaha.

“…. Sometimes there are things you’d rather forget because they cause you too much pain. …”—halaman 122

source: google

Manis sih manis, tapi asem banget, masa endingnya udah gitu aja? Huhu kan aku masih mau lebihhhhh. *dasar pembaca banyak mau WKWK. Tapi yaudah, aku bisa apa. Akhirnya tetap nerima sih. Gapapa Max, aku sabar kok, Max J *lho?plak!

Toh, nyatanya cinta tidak pernah menjadi sesuatu yang sederhana.—halaman 52

Overall
Melbourne is sweet! Ditambah lagi, Winna membuat playlist lagu terkait kehidupan Laura. Dan playlistnya banyak lagu kesukaanku, terharu banget :’) aku saranin, kalau kalian mau baca Melbourne, sekalian aja diputar playlist yang ada di novelnya. Itu bisa makin mendukung suasana banget lho. Lagu-lagunya tuh yang easy to listen dan slow-slow gitu. Lumayan menenangkan hati, dan bisa banget jadi pengantar tidur.

 A song tells the story of your life; there’s always a personal history attached to it.—halaman 19

source: google

Terus juga covernya ini cukup menarik perhatian ya. Blurbnya juga sih, unik gitu berbentuk post card. Daaaan, di dalamnya memang dihadiahkan post card Melbourne gitu sih, aaaah lucu bangetttt! Selain itu, juga ada beberapa ilustrasi suasana di sudut-sudut Melbourne gitu, keren banget deh. Bagi yang nggak suka baca novel berisi tulisan doing, sila coba baca Melbourne, pasti kepincut banget deh nanti :D

“But there’s also something nice in not knowing, you know? Dalam keindahannya sendiri, masa depan akan jadi kejutan. …”—halaman 206


The thing about love is, it makes you vulnerable.—halaman 318

Menurutku, meski tema ceritanya ini klise, tetapi penyajiannya bagus banget. Jadi cerita di novelnya ini nggak terkesan cheesy. Dan Melbourne termasuk bacaan yang aku baca berulang-ulang, karena ya nggak tahu kenapa seneng aja untuk re-read kisah Laura dan Max. Gampang banget untuk dibaca dan masuk ke dunianya Laura dan Max. Ditambah lagi lumayan relate sama kehidupanku juga sih he he he *lho curhat?!* dan menurutku, novel ini jenis bacaan yang bisa menghilangkan reading slump karena manisnya cerita yang ada di novel ini, quoteable jugaaa J
 
sweet as candy!
source: google

“You have to let go of those feelings, Ra. Anger, fear, regret. It’s the only way you can forgive yourself and love again.”—halaman 225

Overall, aku kasih rate 4,5/5 stars buat Melbourne! <3


For the two of us, home isn't a place. It is a person. And we are finally home—Stephanie Perkins

Comments

Popular posts from this blog

[BOOK REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

[BOOK REVIEW] Nais Tu Mit Yu by Dina Mardiana

[BOOK REVIEW] Tentang Kamu by Tere Liye