[BOOK REVIEW] Some Kind of Wonderful by Winna Efendi
Judul : Some
Kind of Wonderful
No. ISBN :
978-602-03-3555-1
Penulis : Winna
Efendi
Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman :
360 hlm
Kategori :
Fiksi, Metropop, Romance
![]() |
source: goodreads |
Blurb:
Liam Kendrick dan Rory Handitama memahami arti
kehilangan. Liam pergi ke Sydney dengan dalih menggapai impian sebagai koki,
walau alasan sebenarnya untuk menghindari cinta pertama yang bertepuk sebelah
tangan. Di lain pihak, Rory sedang berusaha menata kehidupannya setelah suatu
insiden membuatnya kehilangan orang-orang yang disayanginya, dan melepaskan
impiannya sendiri sebagai pemusik.
Keduanya paham arti berduka, meski belum mengerti
caranya. Kesedihan dan kesepian mendekatkan Liam dan Rory, sampai akhirnya ada
rasa lain yang menyusup. Saat perasaan sudah tak terelakkan, Liam dan Rory
terjebak keraguan, dan rasa lama masih terlalu kuat untuk dilupakan. Dapatkah
dua orang yang pernah mecintai orang lain dengan segenap hati menyisakan ruang
bagi satu sama lain?
Sometimes the best thing to do is not to feel too much, but to feel nothing at all.—halaman 44
Kilas
Balik Cerita
Some Kind of Wonderful menceritakan tentang
bagaimana luka kehilangan berhasil mengubah kehidupan indah dua orang yang
berbeda. Kisah bagaimana akhirnya takdir mempertemukan mereka dengan caranya
yang tak terprediksi.
Kisah tentang dua orang yang menemukan kemudian
kehilangan lalu berhasil menemukan kembali jalannya. Meski pun begitu, tidak
mudah bagi keduanya untuk saling mengisi kehadiran satu sama lain. Dengan profesi
unik yang dimiliki kedua tokoh utama, membuat kisah ini menjadi semakin ciamik.
Bukan sekadar tentang sepasang kekasih, tetapi melebihinya.
"Untuk keberanian, hanya kau yang bisa menemukannya dalam dirimu sendiri. Sedangkan urusan keberuntungan hanya dapat terlihat setelah kau mencoba."—halaman 69
Sebagai salah satu penggemar tulisan-tulisannya
Winna Efendi, aku senang sekali akhirnya bisa mendapat kesempatan untuk membaca
e-booknya di aplikasi iPusnas. Setelah novelnya tersedia, langsung cuslah
kupinjam dan baca. Finally, I could meet Max’s mother again J *masih belum move on dari Melbourne! L*
And when you're lonely, you especially miss the people you no longer have.—halaman 70
Plot
I have sorry to say, di 90 halaman pertama novelnya,
aku tidak bisa menikmati jalan ceritanya dengan baik. Kebetulan aku memang
sedang terkena virus reading slump, jadi rada nggak mood untuk baca. And I choose
this novel to erase my reading slump. At the very first, agak gagal sih. Tapi,
ntah kenapa aku kepo dengan kelanjutan ceritanya. So, I continued my reading,
and I’ve finished it.
Alur cerita di awalnya memang klise dan terkesan
monoton, sehingga kalau lagi kena reading slump, agak susah untuk segera
menyelesaikan novelnya. Di awal-awal juga nggak page turner banget, bahkan aku
sedikit kebingungan dengan deskripsi masa lalunya Rory. dan ujung-ujungnya
bikin bosan.
Hanya karena hal itu harus dilakukan, bukan berarti pilihan tersebut lebih mudah untuk dijalani. Kadang pilihan yang tepat justru paling sulit untuk dilewati.—halaman 80
Beruntungnya, keinginan kuatku untuk meneruskan baca
kembali lagi. Setelah halaman 100an, aku mulai bisa menikmati dan memahami
ceritanya dengan baik. Kisah tentang profesi Liam membuatku tertarik dan
penasaran, begitu juga dengan deksripsi seorang Rory. Aku merasa alurnya mulai
mengalir dengan baik setelah halaman 100an.
Makin ke belakang, ceritanya makin enak untuk dibaca
dan page turner banget. It was just boring in the beginning.
".... Karena apa pun yang terjadi, ketulusan nggak bisa ditiru."—halaman 118
Konflik
Bumbu-bumbu konflik yang dihadirkan di novelnya
cukup banyak. Konfliknya nggak sekadar cinta sepasang kekasih, tapi juga ada
konflik terkait keluarga dan rumah. Juga termasuk pencarian tentang jati diri serta
impian-impian tokoh-tokohnya. Bahkan juga tersajikan konflik entertainmentnya—terkait
profesi dari Liam dan Rory. Yang lumayan menambah pengetahuanku tentang dunia
entertainment.
The aftermath is always the hardest part.—halaman 139
![]() |
source: google |
..., jangan pernah berpikir kamu akan berhasil kalau terus setengah-setengah dalam melakukan segala sesuatu. ...—halaman 157
Seperti yang aku bilang sebelumnya, karena di awal
ceritanya terasa membosankan, konflik yang ada di halaman awal-awal tidak
begitu berhasil menghidupkan cerita. Namun, perlahan konfliknya mulai panas dan
benar-benar ‘ngena’ banget sedih-sedihnya Liam dan Rory. Apalagi bagian Rorynya
sih, parah nggak kuat mataku untuk menahan air mata :’)
"Dalam dunia ini nggak semua hal bisa berjalan sesuai kehendak kita."—halaman 158
Sudut
Pandang
Hal yang aku suka di novel ini ialah novel ini
menggunakan dua sudut pandang, dari Liam dan Rory. Jadi, pembaca bisa
mengetahui bahkan memahami perasaan apa yang dirasakan oleh tokoh-tokohnya
secara mendalam. Pembaca bisa tahu pandangan kedua tokohnya dengan lebih luas.
You often wonder if you're good enough, and whether it's stupid to keep on doing something you're not very good at.—halaman 169
Penggunaan dua sudut pandang ini juga menjadikan
novel ini lebih menarik dan asyik untuk dibaca, meskipun di awal-awal terasa
garing.
Sometimes, memory becomes a curse instead of a blessing.—halaman 173
Tokoh
dan Karakter
Pembentukan karakter tokoh utamanya sudah sangat
bagus. Deskripsi tokohnya tersampaikan dengan sangat baik. Karakter-karakter
tokohnya kuat hingga terasa nyata. Pembentukan karakternya ini juga diperkuat
dengan sudut pandang yang digunakan oleh penulis.
Deskripsi tokoh dan karakternya juga ditulis dengan
rasional, maksudnya bukan menggunakan deskripsi yang ‘dewa’ banget gitu. Ada kelebihan
dan kelemahan yang ditunjukkan sebagaimana manusia biasa. Me luv Liam, of course! <3
"Home is where the heart is,"
"Benar. Terkadang, rumah adalah sebuah tempat. Bisa juga dalam bentuk sosok seseorang."
"Atau tempat di mana kenangan-kenangan bernaung,"—halaman 194
Latar
Menurutku, penggambaran latar itu jagonya Winna
Efendi sih yaaa. Baik latar tempat, suasana, waktu, itu jelas banget
penggambarannya melalui tulisannya. Terutama latar tempatnya sih, keren banget
deskripsinya. Suasana metropopnya ok banget lah. Aku yang nggak pernah ke Sydney aja jadi gampang lah ngebayangin
tempat dan suasananya di sana hahaha :D
![]() |
source: google |
Keluarga tidak hanya terdiri atas orang-orang yang sedarah, Liam. Orang-orang yang menganggap satu sama lain sebagai keluarga pun memilikinya.—halaman 218
![]() |
Klink Coffee, Sydney source: google |
Tata
Bahasa
Masih seperti novel-novel sebelumnya, Winna Efendi
masih menggunakan bahasa Indonesia juga bahasa Inggris. Dengan perpaduan dua
bahasa ini, aku tidak merasa terganggu, malah nyaman dengan adanya dua bahasa
tersebut. Karena beberapa hal menurutku lebih enak ditulis dan dibaca dengan
menggunakan bahasa Inggris.
Dan sepengamatanku, nggak ada typo nih di novelnya,
yuhuuu tepuk tangan!!
![]() |
source: google |
Demikianlah adanya mimpi—seberapa jauh pun kau mengesampingkannya dan berpikir sudah melupakannya, mimipi itu akan selalu ada, menunggu sampai kau kembali menemukannya.—halaman 255-256
Ending
Nah, salah satu hal yang menjadi favoritku di novel
ini adalah endingnya. Sumpah dikemas dengan apik dan bijak banget endingnya,
terhura dan terharu aku tuh :”) nggak terkesan menggantung atau pun memaksa. Pembabakan
endingnya pas tenan. Nggak terburu-buru dan rasional banget sih pengambilan
keputusan dari si tokoh-tokohnya.
Some things are best unknown—halaman 264
Some things, and some people, come unexpectedly.—halaman 277
Overall
I could say this novel is a kind of wonderful J awalnya memang terasa tidak seru tetapi pembabakan ceritanya di tengah
dan akhir sangatlah apik. Dengan mudahnya bisa membuat pembaca terjun masuk ke
dunianya Liam dan Rory. Tak hanya sekadar masuk, tapi juga menikmatinya. Tapi,
kalau boleh dibandingkan dengan Melbourne, masih jauh lebih bagus Melbourne sih
menurutku, hehe. Yang penting novel ini tetap worth to read!
![]() |
source: google |
".... Sometimes the people closest to you see what you cannot see for yourself."—halaman 316
Ditambah lagi, bahasan tentang rumah dan keluarga
yang ada di novel ini membuatku bersyukur akan apa yang kupunya saat ini. Banyak
pelajaran tentang luka, tentang masa lalu, tentang masa kini, tentang masa
depan dan impian, tentang bagaimana kita harus move on dari masa-masa terpuruk
dan banyak hal lainnya yang tidak bisa kusebutkan satu persatu. Worth to read!
3,8/5 stars from me :D
"Being afraid is part of living, Rory, just as much as being scared is part of being courageous. ..."—halaman 338
Because sometimes goodbye means a promise to return to the people you love.—halaman 346
Comments
Post a Comment